Dalam agama Hindu, kami mempunyai anggapan bahwa pada saat seorang anak dilahirkan, berarti ia telah mulai untuk mati. Menurut saya, ini adalah suatu kenyataan. Tidak berarti ia akan meninggal 60 tahun kemudian atau 100 tahun kemudian. Ia sudah memulai untuk meninggal. Hal ini seperti saat kamu memutar sebuah jam, maka jam tersebut telah memulai untuk istirahat.
Jadi kapankah kematian ? Kematian adalah saat kamu dilahirkan. Dengan efektif inilah kematian. Kelahiran adalah kematian. Tentu saja akan memerlukan waktu. Semuanya akan diambil. Tidak ada apa-apa lagi. Mungkin memerlukan waktu 60 tahum, mungkin 3 hari, mungkin 17 tahun, mungkin 124 tahun. Tetapi kematian telah terjadi. Pada saat kamu dilahirkan, kamu benar-benar telah mati. Tetapi kita berpikir inilah kehidupan. Sekarang menurut kebalikannya, pada saat saya mati, kehidupan saya dimulai. Itu yang saya takutkan, ini yang saya suka. Sekarang lihatlah betapa bodohnya pendapat ini.
Kita dilahirkan karena kita mempunyai samskara tertentu yang membuat perlu bagi kita untuk datang dan hidup lagi, dan belajar pelajaran yang kita harus pelajari lagi. Kesalahan-kesalahan yang kita telah perbuat di masa lampau pada jalan kita, jalan evolusioner kita, harus kita perbaiki.
Jadi dalam kehidupan ini ada sebuah tujuan, ketika kita tidak dapat belajar lagi, ketika kita sudah penuh seperti yang seharusnya. Sehingga jiwa dengan kebijaksanaannya yang tidak terbatas berkata, “Cukup, sekarang saya harus berubah”. Jiwa akan mengosongkan tubuh ini, dan jika harus kembali lagi untuk belajar pelajaran-pelajarannya, maka jiwa akan memilih lingkungan yang berikutnya, tubuh yang berikutnya, semua yang diperlukannya. Jadi inilah pilihan kita. Kita memilih berapa lama kita harus hidup, dimana kita harus hidup, pada siapa kita harus dilahirkan. Jiwalah yang memilih segalanya.
Tetapi apa yang terjadi ? Setelah kit dilahirkan, kembali dunia yang diberkati ini menguasai kita. Kembali keinginan-keinginan mulai tumbuh subur, godaan mulai muncul, dan pelajaran yang sudah dibuat menjadi hilang dan kita sekarang berada di jalan yang salah, sehingga pelajaran tentang kehidupan tidak dipelajari. Kehidupan kita menjadi sia-sia. Dengan demikian kematian kita menjadi sia-sia, karena kita mati hanya untuk hidup lagi. Kita mati agar kita dapat membangun untuk diri kita sendiri kesempatan baru untuk berkembang. Dan kesempatan itu kita sendiri yang merusaknya.
Jika kita berpikir tentang kematian dengan cara yang benar, kita harus mengatakan kepada diri kita sendiri, “Kita telah membuang-buang hidup kita, marilah kita jangan membuang-buang kematian kita”. Tahukah kamu ini harus menjadi pikiran kita yang terakhir. Karena apa yang tidak dapat saya capai dalam hidup, tentu saja dapat saya capai dalam kematian lagi, jika saya tahu apa yang saya lakukan. Oleh karena itu pada saat kematian, perlu untuk paling tidak ‘sadar akan tujuan dan mati’.
Untuk memastikan bahwa kita mempunyai pikiran yang benar pada saat pelepasan, semua hal inilah yang harus kita lakukan - Meditasi, Ingatan terus menerus, mengembangkan cinta untuk Master. Jadi jika kita telah menetapkannya sebagai kebenaran yang terus menerus dalam kehidupan kita, pikiran tersebut tidak dapat meninggalkan kita pada saat kita mati. Kita harus mati dengan pikiran dan kondisi ini.
Dan oleh karenanya tidak ada lagi pertanyaan mengenai dilahirkan kembali dan tidak diangkat. Agama Hindu berkata, bahkan jika kamu tidak mampu melakukan ini, tetapi pada akhir kehidupan kamu dan pada saat itu kamu mampu berpikir tentang Tuhan dalam bentuknya yang mutlak, yang mana tidak berbentuk, tidak ada lambang-lambang, keberadaannya tidak bernama, maka hal ini juga dimungkinkan terjadi.
Tahuka kamu bahwa kematian tidaklah ada. Jika saya melepaskan kemeja saya dan meletakkannya di keranjang baju, hal ini tidak berarti semua sudah mati. Tidak juga berarti saya telah mati. Kedua-duanya masih ada. Yang terjadi hanyalah mereka tidak bersama-sama. Kemeja ada di suatu tempat, saya ada di suatu tempat lain. Apa yang harus dikhawatirkan ? Apa yang harus ditakutkan ?
Selama kita takut untuk mati, kit tidak akan dilepaskan, tetapi kita akan terus dipenjara di dalam lingkaran kelahiran dan kematian yang mana sangat kita takutkan. Ini berarti seseorang yang takut untuk mati akan harus mati lagi dan mati lagi sampai dia kehilangan ketakutannya.
Setiap meditasi adalah sebuah pelatihan untuk mati. Karena saat kamu pergi sangat dalam, masuk ke dalam dirimu sendiri dan setelah itu kamu keluar dan berkata, “Saya sudah terserap. Saya tidak tahu dimana saya. Saya bahkan tidak tahu apakah saya sedang tidur atau sedang meditasi.” kamu sungguh -sungguh tidak di sana. Dalam arti kamu mati di dalam kehidupan ini. Oleh karena itu meditasi adalah latihan di dalam kematian. Dan jika kamu telah melakukan ini dengan benar, kita seharusnya menjadi tuan dari kematian, tuan atas tindakan kematian, seseorang dapat mati ketika dia menginginkannya, seseorang dapat mati ketika dia memilihnya, kembali lagi dan kembali lagi jika dia menginginkannya. Jadi kematiannya bukanlah benar-benar sebuah kematian.
“ITU yang tidak pernah terjadi, seharusnya tidak pernah ada : ITU yang hari ini harus ada dan akan pernah ada,” kata sebuah Upanishad kuno. Jiwa adalah abadi. Jiwa adalah bagian dari intisari yang suci, yang terakhir, yang nyata, yang bersifat keTuhanan.
Tuhan tidak dilahirkan, Dia tidak mati. Oleh karena itu saya tidak dilahirkan, saya tidak dapat mati. Semua yang saya lihat dan alami atas kelahiran dan kematian adalah problem saya yang dijatuhkan kepada saya dengan pengamatan saya, orang-orang dilahirkan dan orang-orang mati. Oleh karena itu saya berpikir saya dilahirkan dan saya akan mati. Kenyataannya adalah tubuh saya masuk ke dalam kehidupan dan akan berhenti. Saya ini abadi.
Satu-satunya cara untuk mengatasi kematian adalah
jatuh pada kakinya dan berkata,
“Master, bawalah saya: sebelum kematian mengambil saya,
posting by masbayoe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar